Menjaga Hati di Momen Silaturahim

 


Hari Lebaran, momen suci yang dinanti umat Islam, adalah waktu untuk bersyukur, bermaafan, dan mempererat tali silaturahim. Rumah-rumah terbuka, senyum mengembang, dan hidangan tersaji di meja. Namun, di balik kehangatan itu, ada cerita lain yang tersembunyi: luka hati yang tak terucap, rasa minder yang menggerogoti, dan senyum yang dipaksakan. Silaturahim, yang seharusnya menjadi ajang untuk saling menguatkan, kadang berubah menjadi panggung pamer kesuksesan dan pertanyaan-pertanyaan yang menusuk.
"Kapan nikah?"
"Sudah sukses apa belum?"
"Gaji udah dua digit belum?"
"Sudah punya anak belum?"  

Pertanyaan-pertanyaan ini, yang mungkin terucap ringan oleh sebagian orang, bisa menjadi beban berat bagi yang mendengarnya. Bagi yang masih menjomblo di usia yang tak lagi muda, bagi yang belum menemukan keberuntungan dalam karier atau bisnis, atau bagi yang masih menanti kehadiran buah hati, kalimat-kalimat itu bukan sekadar kata. Mereka adalah pisau tajam yang mengiris hati, menggali rasa malu, dan menimbulkan pertanyaan dalam diri: "Apa aku memang kurang berharga?"

Islam Mengajarkan Kelembutan dalam Bertutur

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, Surah Al-Isra ayat 53:
"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (dan lemah lembut). Sesungguhnya setan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia."  

Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap kata yang keluar dari mulut kita memiliki kekuatan. Kata yang baik dapat menyembuhkan, sedangkan kata yang sembrono bisa melukai. Rasulullah SAW juga bersabda:
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim).  

Silaturahim di hari Lebaran seharusnya menjadi cerminan dari ajaran ini. Bukan ajang untuk menakar kesuksesan orang lain dengan ukuran duniawi, melainkan kesempatan untuk saling menguatkan, berbagi kebahagiaan, dan menjaga hati satu sama lain.

Luka yang Tak Terlihat

Bayangkan seorang pemuda yang sudah berusaha keras mencari pekerjaan, namun belum juga mendapatkan hasil. Di hari Lebaran, ia datang ke rumah saudara dengan harapan melepas rindu, tapi malah dihadapkan pada pertanyaan, "Sudah sukses apa belum?" Bayangkan seorang wanita yang masih sendiri di usia matang, mendengar bisik-bisik, "Kapan nikah? Jangan lama-lama, nanti keburu tua." Mereka tersenyum, menjawab seadanya, tapi hati mereka menangis.

Islam mengajarkan kita untuk peka terhadap perasaan orang lain. Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak beriman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika kita tak ingin hati kita terluka, mengapa kita membiarkan lidah kita melukai hati saudara kita?

Kesuksesan Bukan Hanya di Dunia

Hari Lebaran sering menjadi ajang untuk memamerkan pakaian baru, mobil baru, atau cerita tentang pencapaian materi. Namun, tahukah kita bahwa ukuran kesuksesan sejati dalam Islam bukanlah gaji dua digit atau status pernikahan? Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hadid ayat 20:
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga-bangga di antara kamu serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan..."  

Kesuksesan sejati adalah ketakwaan kepada Allah, ketenangan hati, dan kebaikan yang kita tebar kepada sesama. Seseorang yang belum menikah, belum punya anak, atau belum kaya raya, bisa jadi jauh lebih mulia di sisi Allah karena kesabaran dan keikhlasannya.

Mari Jadikan Silaturahim Penuh Berkah

Lebaran adalah waktu untuk kembali ke fitrah, membersihkan hati, dan memperbaiki hubungan. Mari jadikan silaturahim sebagai ladang amal, bukan ladang untuk menyakiti. Jika kita tak tahu perjuangan seseorang, lebih baik kita diam daripada bertanya hal yang bisa menyakitkan. Gantilah pertanyaan-pertanyaan duniawi dengan doa yang tulus:
"Semoga Allah mudahkan langkahmu."
"Semoga Allah beri kebahagiaan dunia dan akhirat untukmu."  

Dengan begitu, silaturahim tak lagi menjadi ajang pamer atau bullying terselubung, melainkan momen untuk saling menguatkan dalam keimanan. Bukankah itu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, sang teladan umat?
Di hari Lebaran ini, mari kita jaga lidah kita, peka terhadap hati saudara kita, dan ingat bahwa setiap orang punya cerita dan perjuangan yang tak selalu terlihat. 

Selamat Hari Raya Idulfitri. Semoga silaturahim kita menjadi jembatan menuju keberkahan, bukan luka yang tersembunyi di balik senyuman. Taqabbalallahu minna wa minkum.


>

Posting Komentar untuk "Menjaga Hati di Momen Silaturahim"